PIMPIN-MEMIMPIN
Dalam atmosfer demokrasi, memang seorang pemimpin itu harus ada unsur populis, pilihan dan kesukaan warga, pilihan pikiran dan hati warga. Kepopulisan itu harus dipelihara secara dinamis (tidak statis), agar kedekatan dan dukungan warga tetap terpelihara. Ungkapan “seorang pemimpin harus berani tidak popular” perlu disikapi secara bijaksana, karena sesungguhnya bertentangan dengan kekuatan pemimpin yang dipilih secara demokratis.Ada di antara calon pemimpin yang cerdas, brilian dan keras kemauannya untuk berubah maju, tapi tidak ramah dan tinggi hati, sehingga tidak disukai warga. Ada juga yang ramah dan rendah hati serta disukai warga, tapi kurang cerdas, kurang brilian dan adem-ayem saja, kurang minat dan kurang semangat untuk perubahan. Dalam situasi seperti itu, proses demokrasi akhirnya seringkali memunculkan pemimpin yang setengah cerdas/brilian dan setengah ramah/disukai masyarakat. Output pemilihan yang setengah-setengah seperti itu sesungguhnya menjadi “hambatan inherent” baik untuk menciptakan kemajuan,maupun ketenangan dan kenyamanan warganya.
Maka, adalah menjadi kewajiban (demi kemajuan bersama) bagi orang-orang yang cerdas/brilian untuk menjadi ramah/rendah hati/disukai warga.Di sisi lain, juga perlu meminta warga untuk sadar dan berani memilih pimpinan yang cerdas/brilian /keras kemauan, kemudian maklumi dan sukailah dia ! Wallahu alam.
Pontianak, 1-7-2005.
SISTIM PENDIDIKAN BANGSA
Bila kita perlu dan harus hidup bersama. Bila kita ingin yang pandai dengan yang bodoh semua mendapat peran dalam kehidupan. Bila kita percaya yang pandai tidaklah perlu banyak (tapi pasti harus ada) untuk menciptakan ide-ide yang baik, selebihnya adalah yang mau dan tekun melaksanakan ide-ide itu dan yang seperti ituperlu banyak, …………………..maka, dalam sistim pendidikantidaklah tepat bila hanya yang pandai yang dihargai bahkan diagungkan dengan berbagai identitas penghargaan. Kedua-duanya perlu dianggap sederajat, sebagaimana kesetaraan perannya dalam kehidupan. Penghargaan yang sepadan terhadap yang pandai adalah diturutinya, digunakannya dan dipraktekannya ide-ide baik yang diciptakannya. Mereka yang bodoh sejak awal tidak boleh disepelekan atau dihinakan, hargai mereka dengan diajak agar mengerti, mau dan kemudian tekun mempraktekkan ide-ide yang baik karya cipta mereka yang pandai itu. Dengan begitu kebaikan demi kebaikan akan dibesarkan (amplified) dan dikembangbiakkan. Negara yang maju-maju di dunia ini tentu saja memiliki orang-orang pandai, tapi belum tentu yang paling banyak orang-orang pandainya. Negara yang maju adalah yang mau dan mampu membuat kebersamaan antara yang
pandai dan yang bodoh yang dimilikinya.
Bila, tokoh-tokoh pematung di masyarakat Bali, yang sangat pandai & cerdas menciptakan model-model patung dari waktu ke waktu, merasa tidak perlu mendapat penghargaan atau imbalan (misalnya hak cipta), tapi telah merasa bahagia, bangga dan dihargai dengan dihayati dan diikuti pembuatannya oleh pematung-pematung lainnya. Mereka membiarkan ciptaan yang baik itu di-amplify demi kehidupan bersama. Mereka percaya bahwa kecerdasan & talenta adalah anugrah dari Tuhannya, sehingga sudah sangat bahagia dan bersyukur bila mereka telah menjadi pilihan Tuhan untuk menyalurkan ”keindahan cahayaNya”. Seperti pohon yang baik, bila buahnya dipetik pohon akan tetap dan terus berbuah lagi,……………………….maka, jadilah masyarakat Bali yang lebih makmur dibandingkan dengan masyarakat Indonesia di tempat-tempat lainnya.Bila, ………. bila dan bila-bila itu benar adanya,………………………maka, peneliti yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai penghargaan dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mengerti, menuruti dan mengadopsi hasil-hasil penelitiannya. Peneliti-peneliti lainnya berusaha meng-amplify dan mempercepat hasil penelitian yang baik itu melalui atau dengan jaringan penelitian yang mendukung,………………………maka, dosen yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai gelar juara dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mendengar dan menghayati ilmu yang disampaikannya. Dosen-dosen lainnya menghargai ia dengan menyebarluaskan ilmu yang baik itu melalui kuliah-kuliah yang diberikannya.
Bila kemajuan teknologi pengolahan susu memerlukan kemajuan dalam peternakan sapi perah. Bila kemajuan arsitektur lanskap memerlukan kemajuan dalam teknologi budidaya tanaman. Bila kemajuan teknologi biodiesel memerlukan kemajuan dalam teknologi budidayatanaman Jarak. Bila kemajuan di satu kegiatan (sektor) memerlukan kemajuan kegiatan (sektor) lainnya,…………………………maka, dalam sistim pendidikan harus dapat membuat yang pandai menyebar secara seimbang dalam berbagai kegiatan atau sektor, agar kemajuan demi kemajuan terus bersambutdan kekuatan demi kekuatan terus terwujud,…………………………. maka, dalam sistim pendidikan tidak boleh muncul anggapan dan sikap bahwa kegiatan (sektor)tertentu lebih penting atau lebih berperan dari pada yang lain. Sesungguhnya tidak ada salahnya bila ada kegiatan (sektor) tertentu yang sedang populer di masyarakat, namun sistim pendidikan tidak boleh silau dan bias oleh kepopuleran itu, karena yang harus dibangun adalah semuanya.
Darmaga, 27-12-2005
PROFESIONAL YANG BAGAIMANA?
Profesional bagi seseorang dapat diartikan sebagai berpegang pada pekerjaan sebagai sumber kehidupan, atau diartikan pula sebagai tingkat keteguhan dan kemantapan seseorang pada bidang pekerjaannya. Dalam tingkat perorangan hal itu cukup jelas pengertiannya. Namun pada tingkat kebersamaan pengertian itu belum cukup untuk membuat sifat profesional membuahkan manfaat dan kemaslahatan, artinya sifat profesional perorangan harus ditambahi dengan sifat memperhatikan secara sungguh-sungguh akan kepentingan bersama atau kepentingan umum.
Bila seorang profesional sudah mengutamakan penghasilan daripada cara memperolehnya, maka setiap pekerjaan atau kesempatan apapun yang dapat memberi penghasilan akan mendapatkan justifikasinya. Misalnya, seseorang ahli tertentu mengatakan bahwa dia professional dengan mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, sekalipun pekerjaan itu dampaknya akan bertentangan dengan kepentingan umum. Dia mengatakan bahwa dampak dari pekerjaannya itu bukan urusannya, dan yang menjadi urusannya adalah mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik mungkin.Indonesia sekarang ini sudah memiliki sangat banyak profesional dalam berbagai bidang yang cukup luas. IPB ini juga telah memiliki banyak sekali ahli pada seluruh aspek pertanian. Sayangnya, Indonesia ini dan IPB ini belum banyak memiliki profesional dan akhli yang mementingkan kepentingan bersama. Wallahu alam.
Bogor, 5 April 2005.
CORPORATE CULTURE
Corporate culture atau budaya perusahaan adalah budaya yang berorientasi kepada keuntungan dan pertumbuhan. Hanya dengan memupuk keuntungan (kekuatan lebih) pertumbuhan dapat terjadi.Budaya perusahaan tidak menyuruh memupuk keuntungan yang sebesar-besarnya dan pertumbuhan yang tak terbatas, tapi yang menyuruh demikian adalah budaya tamak (aspek social).Cara mendapat keuntungan dan pertumbuhan terus berkembang, baik dengan mengandalkan kekuatan sendiri yang ada maupun outsourcing, atau menggunakan bantuan kekuatan luar. Namun ada beberapa unsur budaya perusahaan yang dalam cara apapun harus menjadi syarat untuk keberhasilannya.
Setidaknya ada 4 unsur, sebagai berikut:
1. Hemat.
Keuntungan hanya dapat diperoleh bila pendapatan lebih besar dari pengeluaran. Prinsipnya keuntungan diperoleh dengan cara memperbesar pendapatan dan/atau memperkecil pengeluaran. Sifat hemat sangat diperlukan sejak awal dimana belum ada (masih kecilnya) pendapatan, agar segala potensi/kekuatan diperuntukan untuk produksi. Sifat hemat tetapdiperlukan juga, saat setelah berkembang agar pertumbuhan mantap dapat dipercepat. Sifat tidak hemat, bahkan boros, dapat menggagalkan proses produksi dan mengeroposkan pertumbuhan, sekalipun skema teknologi dan manajemen yang diterapkan sudah tepat. Budaya konsumtif, tampil tinggi, suka mark-up dan lain-lain adalah wujud sifat tidak hemat.
2. Kenaikan imbalan berasal dari hasil/keuntungan.
Ungkapan perlunya pemenuhan imbalan minimal terlebih dahulu perlu dipikirkan hati-hati, di samping besarnya sangat relatif juga sama dengan ”memetik buah dari pohon yang belum tumbuh”. Secara filosofis, profesi pertanian (yang normal/wajar) mengajarkan tanam dulu nanti baru panen. Intinya, mereka yang mampu menahan diri terhadap tuntutan kecukupan imbalan akan segera berbuat dengan sungguh-sungguh.
3. Maju dengan kekuatan yang dimiliki.
Suatu keinginan, akhirnya harus diputuskan berdasarkan kemampuan, bukan atas dasar impian. Bantuan pihak luar (hampir selalu ada konsekwensi ikatan) hanya berperan sekunder saja. Bila suatu keinginan ternyata tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan dari luar (bahkan sekedar inisiasi sekalipun), maka berarti keinginan itu tidak pantas kita teruskan.
4. Bantuan luar (terutama pinjaman)
masih berada pada lingkup periode tanggung jawab manajemen yang meminjam. Kalkulasi kelayakan pinjaman seharusnya dibatasi pada periode manajemen yang bersangkutan, tidak dilimpahkan pada manajemen selanjutnya. Secara objektif,manajemen yang sekarang tidak mungkin mengetahui kebijaksanaan manajemen selanjutnya. Bila dalam periode manajemen yang bersangkutan bantuan luar itu tidak mungkin/layak, maka berarti keinginannya sendiri tidak layak, atau harus disesuaikan.Demikanlah beberapa unsur budaya perusahaan yang sempat saya pelajari, semoga bermanfaat.
Darmaga, 27 Maret 2006.